Sabtu, 11 Mei 2013

Ini Alasan Wajib Nonton IRON MAN 3


Judul            : Iron Man 3
Sutradara     : Shane Black
Pemain         : Robert Downey Jr, Gwyneth Paltrow
Genre           : Aksi
Distributor    : Walt Disney Studios Motion Pictures
Rating          : 4 (Dari 5 Bintang)  
                                 
Setelah kalimat “I am Iron Man” terlontar dari mulut miliuner jenius, Tony Stark, di film Iron Man pertama, Anda seharusnya sudah sadar kalau aksi-aksi super manusia baja berikutnya adalah aksi mengolok-olok eksistensi superhero lain. Sangsi? Berikut adalah sederet alasan mengapa Iron Man `lebih unggul` ketimbang jagoan lain:
Pertama, Iron Man tak perlu merahasiakan jati-diri asli. Alhasil ia tak repot menyembunyikan setelan jas ala Clark Kent (Superman) atau harus capek turun ke Batcave seperti Bruce Wayne (Batman). Ia bahkan tak perlu repot membawa-bawa kostum supernya seperti Peter Parker (Spiderman).
Kedua, pacar Iron Man, Pepper Potts, tak manja layaknya drama queen Mary Jane kekasih Peter Parker, atau halnya berkarakter ambisius layaknya Lois Lane, love interest Clark Kent. Meski memberi perhatian besar pada Tony, Pepper tetap digambarkan sebagai wanita karier yang tangguh.
Ketiga, Tony Stark tak sok misterius seperti Batman atau sok klimis seperti Superman. Tony adalah Tony, multijutawan sekaligus ilmuwan jenius yang bicara ala rocker dan sering merasa masa bodoh dengan status kesuperannya. Yup, itulah beberapa alasan yang membuat film Iron Man tetap menarik disimak hingga film ketiga. Dan di bawah ini, lima alasan kenapa karya visual jilid tiga ini memang masih renyah untuk disimak di layar lebar.

Perubahan karakter
Film ketiga ini adalah perenungan Tony Stark yang cheesy namun manusiawi. Di sana, sisi humanisme-nya sebagai pahlawan sekaligus ilmuan mendapat ekspos lebih besar. Itu yang membuat franchise terakhir ini memiliki bobot paling berisi dibanding franchise pertamanya, Iron Man 2. Jika pada predesesor-nya Tony digambarkan begitu terkagum-kagum pada sosok manusia baja yang diciptakannya dan berubah menjadi sosok snob di sekuelnya, maka Iron Man 3 menghadirkan sosok Tony yang lebih bijak. Mengagetkan?

Kelemahan yang Brilian
Sebenarnya sudah bisa dibaca sejak film pertama, kalau titik kelemahan Tony Stark bukan pada arc reactor di dadanya. Kelemahannya justru pada pikirannya sendiri. Ya, anxiety weighs down the heart, but a kind word cheers it up. Dan skrip di film ketiga ini sukses menyampaikannya, meski sayangnya tak dieksekusi lebih jauh.
Strong enough to be my man?
Lagu Sheryl Crow ini memang tepat untuk dinyanyikan Pepper Potts untuk sang kekasih. Jika sebelumnya Pepper digambarkan hanya berkutat pada Stark Industries karena perannya sebagai CEO, di sini kemunculannya tak terlalu dominan, tapi justru menjadi kunci bagi masa depan Tony sebagai Iron Man. Karena tak disangka-sangka, sosok Pepper dapat melakukan hal-hal yang tak dilakukannya di film pertama dan kedua.

 Efek visual bukan nyawa utama
Memang tubuh Iron Man penuh kecanggihan alat luar biasa, tapi sang pembesut, Shane Black, sangat mengerti kalau audiens sudah muak dengan efek visual yang belepotan di film kedua. Tak heran Shane memborbardir adegan dengan suguhan kecil visual efek di sana-sini dan mengakumulasinya di ending plot. Hasilnya, akhir trilogi ini terasa lebih manusiawi dibanding dua film pendahulu. Nice!

Siapa Shane Black?
Keputusan Jon Favreau menolak membesut film terakhir film si manusia baja (atau manusia setrika, demikian olok-olok di dunia maya) sangatlah tepat. Meski pada awalnya keputusan itu disesalkan, kursi sutradara yang disemat ke Shane Black (sebelumnya sukses menyutradarai Kiss Kiss Bang Bang yang menyenangkan dengan twist dan gambar memikat) justru menjadi keputusan tepat. Selain gaya penyutradaraannya bagus, kehebatannya dalam memoles skrip film ini ke bahasa gambar sangat brilian. Karenanya Iron Man 3 menjadi film Manusia Besi paling manusiawi dan berada di poin teratas ketimbang film pendahulunya.  

Sumber : Popolar-world

Tidak ada komentar:

Posting Komentar